Berburu Hasil
Karya Seni
Pada awalnya, kegiatan berburu
benda-benda karya seni tersebut dilakukan oleh para kolektor dan pecinta seni
semata-mata hanya merupakan wujud dan apresiasi mereka terhadap nilai karya
sebuah benda seni. Hal tersebut kemudian berkembang, hasrat berburu benda-benda
karya seni tersebut dilakukan tidak lagi hanya sekedar didasarkan pada nilai
kecintaan mereka terhadap benda-benda seni tersebut tapi kemudian juga
dijadikan sebagai salah satu alternative investasi yang cukup menjanjikan.
Namun demikian, dalam realita
kita juga menemukan bahwa banyak karya-karya seni rupa yang tidak kita sukai
tetapi selalu memperlihatkan hal-hal yang mengejutkan. Misalkan, tiba-tiba
karya tersebut beberapa tahun berselang dikatakan sebagai karya yang bernilai
tinggi dan berharga nahal. Demikian sebaliknya, banyak karya-karya seni rupa
yang kita sukai, suatu saat kemudian malah disebut sebagai karya yang tak bernilai
dan berharga. Di mana letak nilai tinggi dan kemahalan harganya ?
Kita kembali kepada hal-hal
yang berkenaan dengan keberadaan, reputasi, dan prestasi seorang seniman yang
terkadang mengejutkan : menggembirakan atau mengecewakan. Kenyataan demikian
selalu berhubungan dengan perdiksi-prediksi, tafsiran-tafsiran, dan
‘ramalan-ramalan’. Tetapi semua itu biasanya sering dianggap dan dimaklumi
sebagai hal yang berkenaan dengan faktor keberuntungan, nasib, atau garis
hidup.
Bagi para ahli seni rupa,
kejadian demikian sangat tipis untuk disebut sebagai kegagalan atau kesalahan
praduga. Sebab, dunia seni rupa acapkali berkaitan dengan reka-pikir
penyiasatan, pengkondisian, dan pembongkaran yang selalu tidak terduga. Namun
sebagai media investasi yang didasari oleh hal-hal terukur, hal demikian
sebetulnya tak perlu terjadi.
Karena itu, hal terburuk
selalu dinyatakan melalui upaya rekayasa pasar. Pasar merujuk kepada tradisi
‘musiman’, permintaan massa, dan pengkondisian oleh para pengendali pasar.
Karya-karya yang bernilai dan berharga tentunya tidak bakal mudah dipengaruhi
rekayasa pasar, namun mudah sekali dibangun atau dijatuhkan olehnya. Sebab,
nilai ditentukan oleh kekuatan produk, sedangkan harga dipandu oleh nilai.
Senimaan yang piawai bisa menggubah dan mengikuti hukum nilai tersebut,
sekaligus selalu bersabar untuk memasuki saat-saat yang menentukan. Di sini,
kecakapan seorang seniman bisa seiring dengan kepiawaian seorang pengendali
pasar.
Karya-karya seni rupa yang
menjanjikan senantiasa tegar menghadapi pasang-surutnya gelombang pasar, yaitu
karya-karya yang mengandung nilai-nilai monumental dalam sejarah perubahan
kebudayaan. Karya-karya seperti itu sering disebut sebagai karya yang tak
lekang oleh perubahan dan dapat melintasi batas ruang dan waktu. Orang
cenderung menyebutnya sebagi karya master atau puncak-puncak kedigdayaan.
Karya-karya seperti itu memang bisa sangat sedikit jumlahnya, lahir dari para
maestro pada ruang dan di waktu tertentu. Tetapi, karya-karya master pun tak
luput dari upaya pengkondisian.
Seperti “Lukisan Monalisa”,
“Monalisa” karya Leonardo da Vinci, saat ini konon merupakan sebuah lukisan
yang apabila dinilai dengan uang, telah menjadi karya seni lukis termahal di
dunia. Tetapi, masih banyak lagi lukisan karya para seniman terkenal masa lalu
dan masa kini yang juga berharga tinggi. Tentunya kita perlu bertanya: mengapa
lukisan-lukisan tersebut berharga tinggi?; siapa yang mengkondisikannya? dan;
bagaimana bisa demikian?
Jawaban yang paling mudah
adalah, karena karya-karya tersebut konon telah ditelaah dan
dipertanggungjawabkan, ditulis dan diberitakan, diberi nilai dan harga, oleh
lembaga-lembaga kesenian yang terpercaya di dunia. Sehingga tak syak jika
karya-karya tersebut serta-merta digelar di ruang-ruang pameran terhormat,
dimuat mediamassa terkemuka, dicari orang di pasar lukisan tertentu, atau
diperebutkan di balai lelang karya-karya seni terbesar.
Lukisan “Monalisa” tersebut,
dapat dikatakan telah menjadi barang-barang berharga, bentuk-bentuk monumental,
dan benda-benda komoditas.
Oleh karena itu, setiap karya
seni rupa yang telah ditelaah dan dipertanggung-jawabkan, ditulis dan
diberitakan, serta diberi nilai dan harga, memiliki peluang untuk menjadi media
investasi yang tak lekang oleh perubahan ruang dan waktu. Bahkan, ada semacam
nilai investasi di dalam karya-karya tersebut, bahwa semakin lama nilai dan
harga sebuah karya seni rupa, tidak mengenal turun melainkan cenderung
naik. Ambillah contoh bandingan nilai dan harga “Monalisa” satu abad silam
dengan kenyataan masa kini, melesat terus berlipat ganda.
Perburuan benda-benda hasil
karya seni tersebut telah berkembang menjadi suatu keyakinan bahwa ada semacam nilai investasi di dalam
setiap karya-karya seni tersebut.
Strategi Pemilihan
Sebuah Benda Seni sebagai Media Investasi
Pada saat berhadapan dengan karya-karya seni rupa yang
akan dipilih untuk menjadi media investasi tentunya diharapkan jangan sampai
terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam proses mengambil keputusan. Pemahaman
kita tentang reputasi dan prestasi seniman, proses penggubahan, makna, dan
nilai tadi, sesungguhnya barulah menjadi salah satu bagian dari strategi dan
kiat pemilihan karya yang layak menjadi media investasi. Setiap strategi dan
kiat seyogyanya dibarengi dengan suatu kumpulan pengalaman dan pertimbangan
lain yang patut disadari. Sebab, bagian awal pemahaman tadi harus disadari
sebagai wilayah yang tertutup, hal-hal yang dialami seniman sebagai seorang
kreator. Masih ada hal-hal yang menjadi wilayah terbuka, yaitu manakala kita
sebagai pribadi (yang juga punya selera, pemahaman, dan penikmatan) akan
berhadapan dengan karya pribadi seorang seniman. Di saat inilah kita memerlukan
seperangkat pengalaman menyimak begitu banyak karya, pengetahuan tentang seni
rupa, dan pengamatan yang tajam akan makna, nilai, dan bahasa estetika rupa.
Untuk itu, kita perlu menyusun strategi sebagai berikut :
1. Investigate and
Up-dating
Menyimak secara
cermat (investigasi) terhadap catatan reputasi dan prestasi seorang seniman
melalui perjalanan hidupnya sebagai seorang kreator. Upayakan untuk selalu
menjaga dan mempertajam kemampuan pribadi yang tentunya berkenaan dengan
selera, pengetahuan, dan kecenderungan terhadap suatu gaya seni.
2. Observe
and Be an Auction Bore
Hadiri setiap
pameran, pelelangan dan penjualan barang antic, walaupun kehadiran tersebut
tidak selalu bertujuan untuk membeli.
Amati setiap perangai karya seni sebagai bahan untuk menjadi pengalaman dan jangan malu untuk bertanya kepada setiap speasialis dan kolektor-kolektor terkenal.
Amati setiap perangai karya seni sebagai bahan untuk menjadi pengalaman dan jangan malu untuk bertanya kepada setiap speasialis dan kolektor-kolektor terkenal.
3. Study
and Become a Specialist Collector
Pelajari referensi seni rupa dari
teks-teks yang dapat diperoleh dari mana pun; termasuk kepustakaan, konsultasi,
dan pernyataan para ahli.
Pilihlah
barang-barang yang memang anda mengerti dengan baik, belajarlah menjadi
spesialis (focus pada barang-barang tertentu) dan dapatkan katalog-katalog
mengenai barang-barang antic serta datangi pameran-pameran dan
eksebisi-eksebisi barang antic.
4. Spend More, Buy
Less
Pembelian dan
investasi dilakukan lebih berdasarkan kualitas dan bukan kuantitas.
Memiliki barang dalam jumlah sedikit namun dengan nilai harga tinggi adalah lebih baik dibanding memiliki barang dalam jumlah banyak tetapi dengan nilai harga rendah.
Memiliki barang dalam jumlah sedikit namun dengan nilai harga tinggi adalah lebih baik dibanding memiliki barang dalam jumlah banyak tetapi dengan nilai harga rendah.
5. Don’t Buy
Damaged Goods
Beli dan miliki
barang-barang dalam kondisi baik walaupun hal tersebut cukup sulit untuk
dilakukan.
6. Open
mind and Cherish Your Investment
Pilihlah benda-benda karya seni yang anda
sukai dan dapat anda nikmati, serta selalu upayakan memberikan kesediaan diri
untuk menerima segala perkembangan yang dilakukan oleh para seniman dan
karya-karyanya.
Strategi tersebut sesungguhnya
merupakan kiat-kiat dasar untuk menjatuhkan keputusan memilih. Lebih dari itu,
secara pribadi sebagai penikmat kita mulai harus mengenali kekuatan setiap
unsur bahasa estetika rupa (titik, garis, bidang, ruang, warna, dan tekstur).
Unsur-unsur bahasa estetika rupa lah yang kerap melahirkan citra keindahan dari
hal-hal yang berhubungan dengan apa yang digambarkannya.
Unsur-unsur bahasa estetika rupa tersebut pada dasarnya sebagai pembentuk objek, tema, dan konteks sebuah karya. Objek berupa benda-benda, alam, mahluk, dan peristiwa. Tema adalah hal-hal yang dibangun untuk mencapai makna ungkapan, seperti : alam benda, pemandangan, kemanusiaan, penggambaran kembali (representasi) peristiwa, atau gabungan dari unsur-unsur makna tersebut. Konteks sebuah karya bisa saja berhubungan dengan sikap pribadi seorang seniman dan latar belakang pengaruh-pengaruhnya, daya kritis, serta tanggap lingkungan dan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar